[ Senin, 01 Desember 2008 ]
Hari Ini Bensin Turun Jadi Rp 5.500, Tak Diikuti Mitan-Solar


JAKARTA - Harga solar dan minyak tanah (mitan) bersubsidi dipastikan tidak bisa turun mengikuti harga premium. Ini karena harga keekonomian solar dan minyak tanah masih di atas harga subsidi. ''Jadi, belum bisa turun harga,'' kata Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H. Legowo kepada Jawa Pos kemarin (30/11).

Sesuai keputusan pemerintah, mulai hari ini harga premium (bensin) bersubsidi turun Rp 500 menjadi Rp 5.500 per liter. Tapi, harga solar dan minyak tanah bersubsidi tetap Rp 5.500 per liter dan Rp 2.500 per liter.

Evita mengaku belum memiliki angka persis besaran harga keekonomian solar saat ini.

Biasanya, harga keekonomian BBM bersubsidi dihitung berdasar harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) pada bulan sebelumnya. Dia hanya menyebut, harga rata-rata ICP sepanjang November mencapai USD 49,32 per barel. ''Dengan harga itu, keekonomian solar dan minyak tanah masih lebih mahal,'' katanya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan, penurunan harga premium bersubsidi diatur melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 38/2008.

Untuk 2009, kata Purnomo, pemerintah akan memakai dua asumsi dalam menentukan harga BBM bersubsidi. Yakni, harga keekonomian dan besaran subsidi. ''Ini memungkinkan harga BBM berfluktuasi mengikuti perkembangan harga minyak mentah,'' ujarnya.

Terkait harga keekonomian, pemerintah akan melihat satu bulan sebelumnya sebagai acuan. Sedangkan asumsi pagu subsidi dengan menetapkan pada angka tertentu. Artinya, harga BBM bersubsidi akan naik kalau sudah melewati pagu subsidi yang ditetapkan, dan sebaliknya turun kalau masih ada sisa.

Purnomo menambahkan, saat ini pihaknya juga menyusun aturan formula BBM bersubsidi yang rencananya dirilis dalam bentuk Keputusan Menteri ESDM. Dalam aturan itu, akan disebutkan harga premium maksimal Rp 6.000 per liter dan solar Rp 5.500 per liter.

Melalui pembatasan tersebut, berapa pun tingginya harga minyak mentah Indonesia, harga premium dan solar tidak akan lebih tinggi dari Rp 6.000 dan Rp 5.500 per liter. Sedangkan realisasi subsidi BBM pada 2008 sampai Oktober sudah Rp 130 triliun atau melampaui pagu APBN Perubahan 2008 sebesar Rp 126 triliun. Dengan diturunkannya harga premium, anggaran subsidi BBM bertambah Rp 3 triliun.

Kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM memang bukan yang pertama dalam sejarah. Langkah serupa pernah dilakukan pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Saat itu, pada 21 Januari 2003 Megawati menurunkan harga beberapa jenis BBM nonpremium yang telah dinaikkan pada 2 Januari 2003. BBM yang turun harga waktu itu adalah solar, dari Rp 1.890 menjadi Rp 1.650 per liter, dan minyak diesel, dari Rp 1.860 menjadi Rp 1.650 per liter.

Terhambat Kurs

Secara terpisah, Ketua Umum Organda Murphy Hutagalung mengatakan, anggota Organda secara nasional sepakat tidak menurunkan tarif pada 1 Desember nanti. Sebab, penurunan harga premium sebenarnya ditujukan untuk semua pihak, termasuk pengguna mobil pribadi. Sedangkan moda angkutan umum kebanyakan justru menggunakan solar dan sebagian gas. Hanya sedikit yang menggunakan bensin. "Kalau diturunkan Rp 500, apalah artinya," tegasnya.

Dirjen Perhubungan Darat Dephub Suroyo Alimoeso mengatakan, Dephub sudah melakukan pembahasan dengan Organda (Organisasi Angkutan Darat) terkait penyesuaian tarif angkutan umum pada 1 Desember. Namun, disimpulkan penurunan harga premium Rp 500 per liter hanya memengaruhi 3,4 persen komponen tarif. "Dampak berbeda mungkin terjadi kalau yang diturunkan harga solar," ujarnya.

Karena itu, Organda bersikeras tidak menurunkan tarif angkutan umum meski harga premium turun. Itu juga dipertimbangkan atas dasar kondisi akhir-akhir ini. Melemahnya nilai tukar rupiah hingga menyentuh Rp 12.000 per dolar AS menyebabkan harga suku cadang meningkat 100 persen.

Ke depan, lanjut dia, ada rencana memisahkan perhitungan tarif angkutan umum. Yaitu, struktur biaya yang dipengaruhi harga BBM dan dipengaruhi harga suku cadang atau beban-beban lain. "Memang, ada keinginan seperti itu. Struktur biaya dipisah untuk memudahkan perhitungan," ungkapnya.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal mengatakan, kedua belah pihak melihat penurunan harga BBM tidak bisa langsung menjadi acuan menurunkan tarif. Apalagi, penurunannya kecil. "Organda memberikan penjelasan turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar berdampak pada kenaikan struktur biaya, besarannya lebih tinggi dibandingkan penurunan BBM," lanjutnya.

Menhub mengakui, hasil diskusi dengan Organda memang menyebutkan adanya penurunan struktur biaya angkutan umum jika harga premium turun Rp 500 per liter. Namun, karena melemahnya nilai tukar rupiah, dampak penurunan harga premium tidak signifikan. "Harga suku cadang sangat terpengaruh fluktuasi mata uang rupiah," jelasnya. (owi/wir/oki)