Indeks Saham dan Kurs Rupiah Terus Melaju
Kamis, 11 Desember 2008


JAKARTA - Apresiasi terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) dan kurs rupiah terus berlanjut. Di lantai bursa IHSG kembali menguat 49 poin (3,9 persen), membentuk level tertinggi dalam sebulan terakhir di posisi 1.315,9. Kinerja indeks Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mengikuti performa pasar modal regional yang menguat.

Di pasar uang, kurs rupiah masih mampu bertahan di bawah Rp 11 ribu per USD 1. Kemarin rupiah bersandar di posisi Rp 10.900 per USD 1, menguat tipis 30 poin dibanding perdagangan sehari sebelumnya.

Direktur Treasury Bank BNI Bien Subiantoro mengemukakan, tren rupiah yang menguat menunjukkan bahwa mata uang Indonesia itu sedang menuju level yang wajar. Posisi USD dinilai sudah terlalu kuat terhadap rupiah maupun mata uang negara lain, kecuali terhadap yuan Tiongkok dan yen Jepang.

"Meski banyak yang menyebut ini bagian dari aksi window dressing, saya melihat posisi rupiah saat ini memang wajar," ujarnya kepada koran ini kemarin (10/12). "Level Rp 13 ribu (per USD 1) itu yang tidak benar," tambahnya.

Meski masih ketat, likuiditas valas di pasar berangsur normal. Selain pinjaman interbank berdenominasi valas dari bank asing mulai longgar seiring tren acuan bunga LIBOR yang menurun, mulai ada capital inflow dari pemodal asing ke tanah air. "Kalau perbankan menyiapkan funding USD lebih banyak, rupiah tentu semakin kuat," ujarnya.

Permintaan USD, kata dia, memang masih tinggi, terutama dalam bentuk kredit valas. Namun, hal itu diantisipasi perbankan dengan mengonversi kredit valas menjadi kredit berdenominasi rupiah. Para debitor yang mengajukan kredit valas, dalam keadaan tidak urgen akan diarahkan untuk mendapat suntikan dana berdenominasi rupiah. Itu membuat demand terhadap USD terjaga dalam kondisi stabil.

Secara terpisah, ekonom Tony Prasentiantono mengatakan, kurs Rp 12 ribu per USD beberapa waktu lalu memang undervalued. "Yang benar antara Rp 10 ribu sampai Rp 11 ribu. Jadi, kurs yang sekarang itu sudah benar," ujar ekonom UGM itu. Bukan cuma rupiah, banyak currency lain yang terlalu murah. ''Misalnya poundsterling, euro, dan AUD."

USD, kata dia, tampak menguat drastis sesaat setelah Senator Barack H. Obama terpilih menjadi presiden AS. Jadi, psikologi pasar mengalami euforia. "Namun, jika USD terlalu kuat, AS juga tidak happy, karena memperbesar defisit neraca perdagangan mereka," jelasnya.

Saat ini, pasar kembali rasional dan tidak terlalu muluk berharap pada faktor Obama, sehingga dana mulai mengalir lagi ke seluruh dunia. "Tadinya kan USD seperti 'pulang kampung' ke AS menyambut Obama. Sekarang terjadi arus keluar AS, termasuk ke Indonesia. Akibatnya, rupiah dalam tren menguat," tuturnya.

Dari lantai bursa, kepercayaan investor mulai tumbuh. Transaksi harian kemarin mencapai Rp 3 triliun, jauh di atas transaksi rerata dalam beberapa bulan terakhir meski masih di bawah transaksi normal Rp 5 triliun. Hal itu dinilai tak lebih sebagai aksi window dressing yang biasa terjadi pada akhir tahun untuk mempercantik neraca manajer investasi maupun lembaga pengelola dana, seperti asuransi dan dana pensiun.

Sektor komoditas kembali menjadi favorit. Saham-saham di sektor perkebunan menjadi katalis penguatan indeks dengan kenaikan hingga 9,57 persen, disusul pertambangan yang mendaki 8,3 persen. "Penguatan yang terjadi beberapa hari menunjukkan reverse trend," ujar analis BNI Securities Akhmad Nurcahyadi.

Penguatan rupiah, kata dia, mampu memberikan dampak positif bagi pergerakan indeks. Apalagi, menjelang akhir tahun para investor biasa melakukan window dressing.

Ganggu Penurunan Harga BBM

Pemerintah memastikan tidak bisa mengembalikan harga BBM pada level sebelum dinaikkan pada Mei lalu. Meski harga minyak mentah dunia terus menurun hingga jauh di bawah asumsi APBN, fluktuasi kurs menyebabkan nilai tukar rupiah jauh berada di atas asumsi APBN 2009.

Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro menuturkan, harga minyak mentah berdasar patokan Indonesia Crude Price (ICP) kini mencapai USD 41 per barel. Angka itu jauh di bawah asumsi APBN sebesar USD 95 per barel. Namun, harga minyak mentah rata-rata USD 97 per barel atau masih ada ''defisit'' USD 2 per barel.

Namun, masalah terbesar penetapan penurunan harga BBM adalah fluktuasi kurs. Sebab, asumsi nilai tukar di APBN 2009 ditetapkan Rp 9.300 per USD, sedangkan saat ini kurs sekitar Rp 11 ribu per USD. ''Faktor yang paling mengganggu (penurunan harga BBM) adalah kurs," ujar Purnomo setelah rapat koordinasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden kemarin (10/12).

Berdasar rapat tersebut, pemerintah memastikan tidak menurunkan harga jual minyak tanah. ''Keseimbangan harga minyak tanah baru tercapai kalau harga minyak mentah USD 11 per barel. Dengan harga saat ini USD 41, tingkat keseimbangan itu masih terlalu jauh," jelasnya.

Untuk bensin, Purnomo mengatakan, peluang untuk turun harga sangat besar. Di pasar dunia, harga dan permintaan BBM jenis oktan 88 yang di Indonesia dijual sebagai bensin turun drastis. ''Ini fenomena aneh karena demand BBM oktan 88 drop hingga berimpit dengan supply. Fenomena ini baru beberapa minggu terjadi sehingga masih kami amati dalam beberapa hari ke depan." (eri/noe/oki)